Kebijakan upah minimum dihitung berdasarkan jumlah kalori?

Abstract
Apasih sebenarnya kebijakan upah minimum itu dan apa kegunaannya? Nah, di beberapa negara apalagi di negara berkembang seperti Indonesia ini  Kebijakan Upah Minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah ketenagakerjaan. Sasaran dari kebijakan upah minimum ini untuk menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja. Kegunaan dari kebijakan upah minimum itu sendiri untuk, menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, meningkatkan produktivitas pekerja, dan mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien. Bisa disebut juga, kebijakan upah minimum harus ditetapkan untuk meningkatkan kehidupan yang layak khususnya bagi para pekerja tetapi juga tanpa merugikan kelangsungan hidup perusahaan yang bisa mengancam keberlanjutan kondisi ekonomi dan produktivitas nasional (dan daerah). Tujuan penulisan ini untuk mengkaji sejauh mana kebijakan upah minimum berusaha memenuhi kedua kepentingan tersebut tetapi tetap sesuai dengan UUD 1945 Nomor 78 tahun 2015. Maka dari itu itu, permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1). Bagaimana perkembangan dari pelaksanaan kebijakan Upah Minimum di Indonesia dan 2). Bagaimana pelaksanaan kebijakan upah minimum dikaitkan dengan UUD Nomor 78 tahun 2015?



I. Pendahuluan
kali ini yaitu tentang  produk hukum pengupahan dan ketentuan-ketentuannya yang diatur dalam Undang-Undang.

1. Menurut Undang-Undang Nomor 78 tahun 2015 “Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”


2. Yang dimaksud Kebijakan pengupahan menurut Undang-Undang Nomor 78 tahun 2015 pasal 3 ayat 2 yaitu:

a. Upah minimum

b. Upah kerja lembur

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
f. bentuk dan cara pembayaran Upah
g. denda dan potongan Upah
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j. Upah untuk pembayaran pesangon dan
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.


3. Berdasarkan  Undang-Undang Nomor 78 tahun 2015 pasal 27 ayat 2 “Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf a tidak melebihi 1 (satu) tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara sama atau lebih besar dari Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha tidak wajib membayar.”



II. Pembahasan

1.      Pengertian Produk Hukum Pengupahan

     1.1  Apakah Sebenarnya Produk hukum Pengupahan

Upah Minimum adalah suatu penerimaan bulanan minimum (terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981 upah minimum dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah. Dalam hal ini upah minimum adalah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Namun dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali menimbulkan kontroversi bagi pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap sendiri adalah tunjangan yang diberikan secara tetap tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja ataupun output, seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas.



Menurut Undang Undang No 13 tahun 2003 disebutkan bahwa upah minimum hanya

ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur penting dari upah minimum (Sumarsono, 2003) yaitu adalah:

a) Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada waktu pertama
kali dia diterima bekerja.
b) Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal
yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga.
Sumarsono (2003) mengemukakan pula bahwa upah merupakan sumber utama penghasilan seorang pekerja, sehingga upah harus cukup memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Batas kewajaran tersebut dalam Kebijakan Upah Minimum di Indonesia dapat dinilai dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum (KHM) atau seringkali saat ini disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Namun kenyataannya justru menunjukkan bahwa hanya sedikit perusaha yang secara sadar dan sukarela terus menerus berusaha meningkatkan penghidupan karyawannya, terutama pekerja golongan yang paling rendah. Di pihak lain, karyawan melalui serikat pekerja dan/atau dengan mengundang pemerintah selalu menuntut kenaikan upah. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha untuk :
(a)   mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi
(b)   menggunakan teknologi yang lebih padat modal dan/atau
(c)     menaikkan harga jual barang yang kemudian justru akan mendorong inflasi.

    1.2  Pengupahan  Menurut Pendapat para Ahli
Tedapat beberapa definisi pengupahan menurut para ahli yaitu sebagai berikut :
-       Dewan Penelitian Pengupahan Nasional
Upah ialah suatu penerimaan sebagai suatu kerja berfungsi sebagai suatu jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produktifitas yang dinyatakan dalam nilai atau bentuk yang ditetapkan menurut suatu persetujuan Undang-Undang dan peraturan yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja.
-       Hadi Purwono
Gaji (salary) biasanya dikatakan upah (wages) yang dibayarkan kepada pimpinan, pengawas, dan tata usaha pegawai kantor atau manajer lainnya. Gaji umumnya tingkatnya lebih tinggi dari pada pembayaran kepada pekerja upahan. Upah adalah pembayaran kepada karyawan atau pekerja yang dibayar menurut lamanya jam kerja dan diberikan kepada mereka yang biasanya tidak mempunyai jaminan untuk dipekerjakan secara terus-menerus. (Hadi Purwono, 2003, 2).
-       Dari definisi Gaji dan upah di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaji merupakan pengganti jasa bagi tenaga-tenaga kerja dengan tugas yang sifatnya lebih konstan.  Ditetapkan melalui perhitungan masa yang lebih panjang misalnya bulanan, triwulan atau tahunan. Sedangkan upah adalah pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan berdasarkan jumlah pekerjaan yang telah diselesaikan misalnya jumlah unit produksi.

    1.3  Unsur – Unsur Hukum Pengupahan
Unsur – unsur dari hukum pengupahan diantaranya meliputi :
1.      Serangkaian perjanjian
Adanya sebuah Perjanjian kerja yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak baik oleh owner  atau pemimpin perusahaan dan juga oleh buruh/karyawan.
2. Adanya orang yang bekerja pada orang lain
3. Adanya balas jasa yang berupa upah.
4. Dasar perjanjian kerja :
-Kesepakatan
-Kecakapan melakukan perbuatan hukum
-Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
-Pekerjaan yang diberikan tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum.


    1.4 Prinsip-Prinsip Dalam Penetapan Kebijakan Upah Minimum di Indonesia 

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1999, paling tidak ada sepuluh

prinsip-prinsip yang harus ditaati dalam penetapan kebijakan upah minimum di Indonesia.

(1) Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.

(2) Upah minimum wajib dibayar kepada bekerja secara bulanan atau dengan kesepakatan

antara pekerja dan pengusaha misalnya untuk upah mingguan atau upah dua mingguan.

(3) Besarnya upah pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap, atau dalam masa percobaan
adalah serendah-rendahnya sebesar upah minimum.
(4) Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja yang bekerja dibawah satu tahun.
(5) Peninjauan upah dilakukan atas kesepakatan antara pekerja/serikat pekerja dan pengusaha.
(6) Pekerja dengan sistem borongan atau dengan satuan hasil serendah rendahnya adalah
sebesar upah minimum untuk upah bulanannya.
(7) Upah pekerja harian lepas ditetapkan secara bulanan berdasar hari kehadiran (dengan prorata basis).
(8) Perusahaan yang telah memberikan upah diatas upah minimum tidak diperbolehkan
menurunkan upah.
(9) Dengan kenaikan upah minimum, pekerja diwajibkan untuk memelihara prestasi kerja
(produktivitas) yang ukurannya dirumuskan bersama antara pekerja dan pengusaha.


2.      Tujuan Hukum Pengupahan

Tujuan pengeluaran Undang – Undang Pengupahan ini yaitu untuk mengembalikan fungsi dari penetapan upah minimum sebagai jaring pengaman, sehingga pekerja bisa mendapatkan upah di atas batas minimum yang ditetapkan. Upah minimum dikembalikan fungsinya sebagai jaring pengaman. Sementara untuk sistem pelaksanaan pengupahan di perusahaan dilakukan melalui struktur dan skala upah. Agar hal ini dapat terlaksana dan dapat dipatuhi oleh semua pihak maka diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Sebagaimana diketahui kondisi perekonomian saat ini tengah menghadapi tekanan dan ujian yang sangat berat. Bukan hanya Indonesia, tetapi hampir semua negara mengalamai kondisi perlambatan ekonomi ini. Pemerintah, dalam menghadapi situasi ini terus berupaya menstabilkan pertumbuhan ekonomi dengan memberlakukan salah satu paket kebijakan ekonomi jilid IV, yang tujuannya adalah merangsang dunia investasi untuk berusaha di Indonesia.

3.      Sumber Hukum

Sumber Hukum yang diambil untuk dasar pembuatan UU Pengupahan yaitu UUD 1945.

Upah minimum harus mengacu pada UUD tersebut yang secara jelas dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dikatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pekerjaan dan penghidupan yang layak tersebutlah yang seharusnya dijadikan standar baku bagi penetapan upah minimum. Meskipun demikian, disamping penghidupan yang layak bagi pekerja beberapa perhitungan perlu dilakukan dalam menentukan tingkat upah minimum, seperti misalnya menjaga produktivitas usaha dan keberlanjutan kondisi ekonomi nasional.



4.      Peraturan Perundang – Undangan Pengupahan

Nomor 78 tahun 2015

 Pasal 1 (1)
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Pasal 3 (1)
Kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh.
Pasal 27 (2)
Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf a tidak melebihi 1 (satu) tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara sama atau lebih besar dari Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha tidak wajib membayar.

5.      Perkembangan Penetapan Upah Minimum di Indonesia
    5.1  Upah Minimum di Indonesia Sebelum Otonomi Daerah
Kebijakan upah minimum di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970an
(Rama, 2001 dan Suryahadi dkk, 2003). Meskipun sudah memiliki sejarah yang cukup panjang,implementasi dari kebijakan upah minimum ini tidak begitu efektif pada awal-awal pelaksanaan.Dalam periode tersebut upah minimum ditetapkan jauh berada dibawah tingkat keseimbangan upah menunjukkan bahwa upah minimum tidak mengikat bagi sebagian besar pekerja (Sugiyarto dan Endriga, 2008). Lebih lanjut, Sugiyarto dan Endriga (2008) menegaskan bahwa upah minimum di Indonesia relatif tidak dipaksakan dan digunakan hanya sebagai tujuan yang bersifat simbolis.

Kebijakan upah minimum mulai digunakan sebagai instrument yang penting bagi kebijakan
pasar tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1980an. Hal ini berawal dari
adanya tekanan internasional sehubungan dengan pelanggaran terhadap standart kerja
Internasional di Indonesia pada saat itu, secara khusus pada sector-sektor usaha yang berorientasi ekspor (Rama, 2001 dan Suryahadi dkk, 2003). Secara lebih spesifik, sebuah perusahaan multinasional terkenal milik Amerika Serikat yang beroperasi di Indonesia pada waktu itu diprotes oleh sebuah organisasi persatuan perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan juga oleh beberapa aktivis hak asasi manusia internasional akibat penetapan upah yang rendah dan kondisi kerja yang buruk (Gall, 1998). Dalam kasus ini, tekanan internasional telah memaksakan untuk terciptanya sebuah klausa sosial yang disebut juga dengan General Scheme Preferences (GSP) yang mana berisi penolakan atas produk dari negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, dimana standar kerjanya masih berada di bawah standar yang diakui secara internasional.

Dalam prakteknya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk mau tidak mau menjadi lebih perhatian terhadap kebijakan ketenagakerjaan mereka, termasuk didalamnya kebijakan upah minimum. Hal ini dilakukan dengan cara menaikkan upah minimum tiga kali lipat secara nominal (atau dua kali lipat secara riil) pada akhir tahun 1980an agar sejalan dengan biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). KFM sendiri diukur oleh biaya dari paket konsumsi minimum, termasuk didalamnya makanan, perumahan, pakaian, dan beberapa jenis barang yang lain untuk pekerja lajang dalam satu bulan (Sukatrilaksana, 2002).
Adapun Kebutuhan Fisik Minimum seorang pekerja dihitung dari kebutuhan minimum pekerja untuk kalori, protein, vitamin dan mineral lainnya. Dengan kata lain KFM adalah kebutuhan minimum pekerja yang dibutuhkan selama satu bulan berkaitan dengan kondisi fisiknya dalam melakukan pekerjaan. Secara rinci kebutuhan fisik minimum pekerja adalah sebagai berikut:
1) KFM untuk Pekerja Lajang, yaitu 2600 kalori per hari.
2) KFM (K-0) untuk Pekerja dengan istri tanpa anak, yaitu 4800 kalori per hari.
3) KFM (K-1) untuk Pekerja dengan istri dan satu orang anak yaitu 6700 kalori per hari.
4) KFM (K-2) untuk Pekerja dengan istri dan dua orang anak yaitu 8100 kalori per hari.
5) KFM (K-3) untuk Pekerja dengan istri dan tiga orang anak yaitu 10.000 kalori per hari.

Dalam perkembangannya pengukuran KFM sendiri kemudian direvisi pada 1996 oleh
Dewan Pengupahan Nasional dengan membuat sebuah paket konsumsi yang lebih luas baik secara kualitas maupun kuantitas dan dikenal dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dalam rangka untuk meningkatkan standar hidup pekerja. Beberapa komponen juga ditambahkan seperti komponen pendidikan dan rekreasi. Berdasarkan kebijakan Menteri Tenaga Kerja No 61/1995, KHM diukur oleh paket konsumsi yang detail yang terdiri dari 43 jenis barang, dimana termasuk didalamnya 11 jenis barang dalam kelompok makanan, 19 jenis dalam kelompok perumahan, 8 jenis dalam kelompok pakaian, 5 jenis termasuk dalam kelompok yang lain, yang mana meningkat 15% sampai 20% lebih dari KFM dalam rupiah.

Secara umum tingkat upah minimum di Indonesia ditetapkan pada level propinsi. Sebelum
otonomi daerah pemerintah pusat (dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja) menetapkan tingkat upah minimum setiap propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi), sedangkan setelah otonomi daerah (setelah tahun 2001), pemerintah daerah memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum otonomi daerah, propinsi secara umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan berlaku untuk seluruh wilayah kota/kabupaten, sedangkan setelah otonomi daerah, setiap kota/kabupaten diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak berada di bawah tingkat upah minimum propinsi. Di beberapa kasus, tingkat upah minimum juga dibedakan berdasarkan sektor aktivitasnya. Dalamprakteknya, empat propinsi di Jawa dan Bali (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali)memiliki tingkat upah minimum kota/kabupaten sedangkan daerah diluar Jawa cenderung untuk menentukan tingkat upah minimum propinsi bagi setiap wilayah kota/kabupatennya.

    5.2  Penetapan Upah Minimum Setelah Otonomi Daerah
Sejak tahun 2001, sebagai bagian dari perubahan regim politik dari sentralisasi menjadi
desentralisasi, kewenangan penetapan tingkat upah minimum juga dipindahkan kepada tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang mana bekerja sama dengan komisi upah pada tingkat daerah. Setiap komisi upah terdiri dari perwakilan dari dinas ketenagakerjaan, pengusaha, perwakilan serikat pekerja dan beberapa penasehat ahli dari perguruan tinggi (Manning, 2003a). Adapun tujuan utama dari kebijakan desentralisasi ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekonomi, efisiensi, dan persamaan akses terhadap public services (Sugiyarto dan Endriga, 2008). SMERU (2003) juga berpendapat bahwa desentralisasi kewenangan ke level pemertintahan yang lebih rendah dalam penetapan UMR juga bertujuan untuk membagi resiko dalam bernegosiasi dengan serikat pekerja di setiap daerah, seperti misalnya demonstrasi besar ketika upah minimum naik atau berubah. Lebih lanjut, pemerintah daerah juga dianggap lebih mengerti tentang masalah dan kondisi ketenagakerjaan daerahnya dibandingkan pemerintah pusat sehingga desentralisasi adalah mutlak untuk harus dilakukan.

Berdasarkan peraturan pemerintah, pemerintah daerah pada tingkat propinsi menetapkan
upah minimum untuk setiap wilayah daerahnya, sedangkan kota/kabupaten memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum diatas tingkat upah minimum propinsi tetapi tidak berada di bawahn upah minimum propinsi (UMP). Seperti yang ditegaskan oleh Manning (2003a), pelaksanaannya cukup bervariasi antar propinsi. Beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dan banyak propinsi di luar Jawa tetap menggunakan UMP untuk upah minimum daerahnya. Disisi yang lain beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali memilih untuk memiliki upah minimum pada tingkat kota/kabupaten.
Berdasarkan peraturan pemerintah, dalam menentukan tingkat upah minimum beberapa
komponen pertimbangannya adalah:
(a) biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)
(b) indeks harga konsumen (IHK)
(c) kemampuan, pertumbuhan dan, keberlangsungan dari perusahaan
(d) tingkat upah minimum antar daerah
(e) kondisi pasar kerja
(f) pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
Pemindahan kewenangan dalam penetapan tingkat UMR kepada pemerintah kota/
kabupaten dalam era otonomi daerah ini memiliki dampak yang besar terhadap trend upah minimum. Ditambah lagi dengan adanya tekanan dari pekerja di daerah dan semakin kuatnya serikat pekerja pada level regional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan upah minimum di banyak propinsi di Indonesia. Secara rata-rata misalnya tingkat upah nominal telah meningkat 30% per tahun pada 2001 dan 2002 (Suryahadi dkk, 2003). Bahkan beberapa kasus di daerah menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum telah jauh berada diatas kenaikan inflasi daerah, seperti contohnya di Jawa Barat dan Jawa Timur (Manning, 2003a).

Meskipun kenaikan ini secara umum berdasarkan pada kenaikan dari Kebutuhan Hidup
Minimum, semua ini terjadi pada saat pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah yaitu setelah periode krisis ekonomi 1997-1998. Dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang memiliki tingkat pembangunan yang hampir sama maka tingkat upah minimum rata rata di Indonesia hanya lebih rendah daripada upah minimum di Filipina dan Thailand, tetapi secara relatif lebih tinggi daripada upah minimum di Vietnam, Kamboja, Sri Lanka, Pakistan dan Bangladesh.

III.                Kesimpulan
Seperti yang telah dibahas dapat kita simpulkan sebenarnya, kebijakan upah minimum telah mengalami berbagai perubahan baik sebelum maupun setelah otonomi daerah. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat menetapkan tingkat upah minimum setiap propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi). Sedangkan setelah otonomi daerah yang diimplementasikan pada tahun 2001, pemerintah daerah memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum otonomi. Propinsi secara umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan berlaku untuk seluruh wilayah kota/kabupaten, namun setelah otonomi daerah, setiap kota/kabupaten diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak berada di bawah tingkat upah minimum propinsi. 

Referensi :

Komentar

Postingan Populer