Hukum di Indonesia


Hukum di Indonesia
Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai Kritik sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita angkat bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar.“Runcing Kebawah Tumpul Ke Atas”. Itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hukum di Indonesia. Karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil.
Contoh-contoh kasus pelanggaran HAM  di Indonesia orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti kisah yang dialami nenek Asyani yang beusia 63 tahun ini benar-benar menggambarkan pepatah hukum di negeri ini runcing kebawah tumpul keatas” karena tuduhan mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di ancaman hukuman penjara 5 tahun. Hal lain juga terjadi pada kasus anak dibawah umur, Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang numpang ngecas handphone di sebuah rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan menunda-nunda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari tokoh-tokoh Negara tersebut.
Kasus lain juga terjadi pada masyarakat Riau yaitu pelanggaran hak untuk kebebasan bernafas juga negara yang terkesan membiarkan dan lamban dalam mengatasi kasus kebakaran hutan. Komnas HAM menilai negara terkesan melakukan pembiaran dan lalai dalam melindungi serta memenuhi HAM masyarakat Riau terkait kabut asap yang terjadi sejak 18 tahun terakhir.

Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution menuturtkan, dari kegiatan dengar pendapat yang dilakukan dengan beberapa elemen masyarakat Riau beserta bukti-bukti yang ditunjukkan, ia menuding pemerintah pusat maupun daerah telah melakukan kelalaian dan pembiaran terhadap bencana  asap yang diderita masyarakat Riau.

“Sebelumnya saya sudah mengeluarkan pernyataan bahwa negara memang melakukan pembiaran dan melalaikan tanggung jawab yang ia emban kepada masyarakat Riau untuk memenuhi hak asasi masyarakat dalam hal ini adalah lingkungan dan udara yang sehat. Dengan adanya bukti dan laporan yang saya terima hari ini dari masyarakat langsung beserta jawaban dari pemerintah saya menduga kuat bahwa pernyataan saya itu benar,” tegasnya, ketika ditemui usai melakukan dengar pendapat di Riau.

Parahnya lagi kata dia, negara telah melakukan cultural-genoside dan eco-genoside pada masyarakat Riau dengan bukti terjadinya pengulangan kabut asap yang terjadi selama 18 tahun terakhir.

Nasution mengatakan, ia beserta beberapa komisioner Komnas HAM yang lain tengah ditugaskan untuk melakukan pemantauan dan pengumpulan bukti terhadap masalah asap yang ada di beberapa provinsi di Indonesia. Hal ini dilakukan atas dasar permintaan dari negara kepada Komnas HAM untuk meminta pendapat terkait asap yang ada di beberapa provinsi yang ada di Sumatera dan Kalimantan.

Ia menambahkan, setelah terkumpulnya semua hasil pemantauan ke daerah Komnas HAM lalu melakukan analisis tentang kondisi objektifnya di lapangan. Usai melakukan analisis, Komnas HAM kemudian akan menentukan sikap apakah negara bersalah atau sudah melakukan tanggung jawabnya.

Penegakan hukum yang lemah terhadap perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran lahan menjadi sebab utama kabut asap terus terjadi. Selain itu, mereka juga menuntut kepada pemerintah untuk menginstruksikan rumah sakit agar memberikan pelayanan gratis kepada penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut.

Angka kesakitan, dan kematian akan bergerak maju. Perubahan genetik akan terjadi akibat paparan asap  yang lama dan berujung pada kualitas hidup manusia di masa datang. Kaum kapital akan mengambil untung pasca pembakaran hutan dengan tawaran investasi ekonomi yang telah presiden dan negara koar-koarkan di publik Internasional dan akan tersadari bahwa sasaran mereka mendukung perluasan wilayah daerah di Sumatera dan Kalimantan guna kepentingan kapital lewat usahanya dalam mewujudkan sektor liberal.
Di Indonesia Kebakaran hutan terjadi setiap tahun tetapi tidak ada upaya serius pemerintah dalam menaggulangi dan mengantisipasi kebakaran tersebut. Negara telah sengaja melakukan kejahatan Hak Asasi Manusia, dengan tetap membiarkan dan sangat lamban menanggulangi kebaran hutan ini menjadikan ribuan warga negara terlanggar hak atas lingkungan hidupnya.

Lemahnya penegakan hukum lingkungan menjadi salah satu sebab mengapa kebakaran terus terulang setiap tahunnya. Kepolisian dan kementrian sektoral harusnya tegas terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup ini. Kebakaran hutan jelas merusak dan mencemari lingkungan tetapi siapa yang diseret ke pengadilan seharusnya bukan saja perseorangan tetapi korporasi sebagai penerima manfaat dan mungkin juga sebagai pelaku sebenarnya harus juga bisa di proses secara hukum. Hal ini terjadi oleh unsure kesengajaan pelaku usaha perkebunan skala besar dalam pembukaan lahan, dan kelalaian pelaku usaha industry Pulp and paper dalam menjalankan tata kelola produksi dan lingkungan. Bencana ekologis yang tidak terkendali pasti berasal dari proses pengeluaran izin penguasaan wilayah tidak terkendali.

Demi kepentingan hukum dan hak atas lingkungan hidup yang sehat maka pemerintah wajib untuk segera menangani untuk segera: Pertama, mengeluarkan kebijakan guna melindungi warga negara yang saat ini berada dalam ancaman udara yang  melebihi ambang batas kesehatan. Kedua, Melakukan pencegahan serta penanggulangan secara cepat atas peristiwa kebakaran hutan di sejumlah Pulau di Indonesia. Ketiga, Melakukan evaluasi terhadap semua izin konsesi baik perkebunan maupun Hutan Tanaman Industri. Keempat, Melakukan penegakan hukum termasuk menangkap pelaku-pelaku perseorangan maupun korporasi yang bertanggung jawab atas wilayah konsesinya.

Komentar

Postingan Populer