Materi 8/9 : Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah
8/9.4 Faktor Penyebab
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Daerah
A.
Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi
di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan
ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi
yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah.
Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam
pembanguna ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan
ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua
adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi
atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya
sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari
daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat
lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa
mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak
dinikmati di Jawa.
B. Alokasi
Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan
pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari
luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori
pertumbuhan ekonomiHarrod-Domar, bahwa kurangnya I di suatu wilayah
membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di
wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang
produktif, seperti industri manufaktur.
Terpusatnya I di wilayah Jawa,
disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan birokrasi yang terpusat
selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah daerah), konsentrasi
penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di wilayah luar Jawa.
Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada beberapa sumber daya
alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses pembentukannya membutuhkan
jangka waktu yang relatif lama. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang
tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Sumber daya alam
secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: sumber daya alam yang dapat diperbarui dan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
C. Mobilitas
antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah
adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran
legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan
masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik
kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini dengan
sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun
demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini
sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada
di atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah. Salah satu
pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk
faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi
penghalang mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau
dan dikontrol agar tetap teratur.
D. Perbedaan
SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa
pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya
lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai
dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA
dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum tentu juga daerah
yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi
juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada (T).Penguasaan T dan
peningkatan taraf SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor ini lebih penting
daripada SDA. Memang SDA akan mendukung pembangunan dan perkembangan, tetapi
akan percuma jika memiliki SDA tapoi minim dengan T dan SDM.
Program desentralisasi dan otonomi
daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan baik. Keragaman kemampuan
dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas dan penerapan
bertahap menurut kemampuan daerah.
Dalam proses pemulihan ekonomi nasional,
pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai
sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan
merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu, proses
desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah
pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan,
pada tingkat daerah, khususnya daerah Tingkat II. Hal ini merupakan kerja
nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di
daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi
pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien. Pembangunan
ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti
mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha
kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam
proses perencanaan.
E. Perbedaan
Kondisi Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi
berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada
yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.
Contoh kasusnya, kita tengok ke daerah Tegal. Penduduk Kota Tegal pada tahun
2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari laki-laki 123.792 jiwa (50,10 %) dan
perempuan 123,284 jiwa (49,90 %) dengan laju pertumbuhan 0,55 % per tahun,
sedangkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa (68,86
%).
Ternyata kepadatan penduduk rata – rata
di Kota Tegal pada tahun 2007 sebesar 6.193 jiwa/Km² dengan kepadatan penduduk
tertinggi di Kelurahan Kejambon sebesar 13.723 jiwa/Km² dan kepadatan terendah
di Kelurahan Muarareja sebesar 750 jiwa/Km².
Jumlah
penduduk usia kerja di Kota Tegal tahun 2007 tercatat berjumlah 204.517 dengan
jumlah angkatan kerja sebesar 168.575 jiwa atau 82,43 % yang terdiri dari
87.537 jiwa laki-laki dan 81.038 jiwa perempuan. Dari jumlah tersebut 112.660
sudah bekerja dan 55.915 tidak bekerja.
Mata pencaharian penduduk Kota Tegal
menurut jenis mata pencahariannya adalah petani sendiri 3.739 orang, buruh tani
6.457 orang, nelayan 12.013 orang, pengusaha 2.303 orang, buruh industri 20.310
orang, buruh bangunan 18.704 orang, pedagang 21.887 orang, pengangkutan 6.687
orang, PNS/ABRI 9.223 orang, pensiunan 4.473 orang dan lain-lain 11.930 orang.
Sektor pendidikan merupakan salah satu
prioritas utama kebijakan Pemerintah Kota Tegal, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan sektor ini
diarahkan kepada penyediaan sarana dan prasarana serta memberikan kemudahan
akses pendidikan kepada masyarakat.
Kebijakan-kebijakan strategis yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tegal secara bertahap sejak tahun 2000 sampai dengan saat ini untuk mendukung pembangunan sektor pendidikan formal antara lain yaitu pembangunan sarana dan prasarana fisik, pemberian bea siswa, pembebasan biaya pendidikan untuk tingkat sekolah dasar dan lanjutan tingkat I, penyediaan buku pelajaran serta peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui pelatihan dan penyetaraan kualifikasi pendidikan guru. Pada tahun 2007 tamatan pendidikan untuk SD sebanyak 4.214 jiwa, SLTP 3.780 jiwa, dan SLTA 3.435 jiwa.
F. Kurang
Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar
daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya
ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input
perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran
perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand) dan
sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan akan barang dan
jasa akan berdampak juga pada permnitaan pasar terhadap kegiatan eonomi lokal
yang sifatnya komplementer dengan barang tersebut. Sedangkan dari sisi
penawaran, sulitnya memperoleh barang modal seperti mesin, dapat menyebabkan
kegiatan ekonomi di suatu provinsi menjadi lumpuh, selanjutnya dapat
menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.
Sumber:
http://tugas-akuntansi.blogspot.com/2012/02/pembangunan-ekonomi-daerah.html
Komentar
Posting Komentar