Kemiskinan dan Kesenjangan
Materi
6/7
Kemiskinan
dan Kesenjangan
6/7.1 Konsep dan
pengertian kemiskinan
Berdasarkan definisi kemiskinan dan
fakir miskin dari BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin pada tahun 2002
mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43%) diantaranya masuk kategori
fakir miskin. Secara keseluruhan, prosentase penduduk miskin dan fakir miskin
terhadap total penduduk Indonesia adalah sekira 17,6 persen dan 7,7 persen. Ini
berarti bahwa secara rata-rata jika ada 100 orang Indonesia berkumpul, sebanyak
18 orang diantaranya adalah orang miskin, yang terdiri dari 10 orang bukan
fakir miskin dan 8 orang fakir miskin (Suharto, 2004:3).
Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketidakmampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan
Depsos, 2002:3).
Kemiskinan
merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis
kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold).
Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu
untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per
hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan
Depsos,2002:4).
Kemiskinan pada umumnya didefinisikan
dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan
non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan
atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan
transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto dkk, 2004).
Fakir
miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber
mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi
kemanusiaan (Depsos, 2001).
Kemiskinan adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan
sosial meliputi:
(a)
modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan),
(b)
sumber keuangan (pekerjaan, kredit),
(c)
organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan
bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial),
(d)
jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa,
(e)
pengetahuan dan keterampilan, dan
(f)
informasi yang berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto,
dkk.,2004:6).
6/7.2 Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas
kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan)
lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk
menanggulangi kemiskinan.
6/7.3 Penyebab dan
Dampak kemiskinan
Penyebab kemiskinan
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah
2. kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah
3. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan
bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas.
Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan
(bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan
apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya
dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan
pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi
terhambat.
Kemiskinan juga muncul karena adanya
perbedaan kualitas sumber daya manusia, karena jika kualitas manusianya rendah
pasti akan mempengaruhi yang lain, seperti pendapatan. Tapi itu hanyalah
masalah klasik. Sekarang penyebab kemiskinan adalah karena tidak mempunyai
uang
yang banyak. Orang yang mempunyai uang banyak, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya karena mereka dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan orang miskin yang tidak punya uang banyak, mereka tidak dapat bersekolah yang lebih tinggi karena mereka tidak punya uang lagi untuk membiayai uang sekolah seperti masuk perguruan tinggi atau SMA.
Dampak kemiskinan
yang banyak. Orang yang mempunyai uang banyak, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya karena mereka dapat bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Berbeda dengan orang miskin yang tidak punya uang banyak, mereka tidak dapat bersekolah yang lebih tinggi karena mereka tidak punya uang lagi untuk membiayai uang sekolah seperti masuk perguruan tinggi atau SMA.
Dampak kemiskinan
Dampak kemiskinan di Indonesia
memunculkan berbagai penyakit pada kelompok risiko tinggi seperti ibu hamil, ibu menyusui,
bayi, balita, dan lanjut usia. “Kita mengakui sejak krisis ekonomi tahun 1997
jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat”. Kata Azrul Azwar dari
Direktorat Jenderal Bina kesehatan Depkes di Semarang. Ia mengatakan,
kemiskinan yang terjadi di Indonesia menyebabkan cakupan gizi rendah,
pemeliharaan kesehatan kurang, lingkungan buruk, dan biaya untuk berobat tidak
ada. Akibat terkena penyakit, katanya pada lokakarya “Pengentasan Kemiskinan
Melalui Pengembangan Industri Agromedicine Terpadu”, menyebabkan produktivitas
rendah, penghasilan rendah dan pengeluaran bertambah.
Kemiskinan memang tidak pernah berhenti dan tidak bosan menghancurkan cita-cita masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda. Kemiskinan sudah banyak “membutakan” segala aspek seperti pendidikan. Sebagian dari penduduk Indonesia lantaran keterbatasan ekonomi yang tidak mendukung, oleh contoh kecil yang terjadi di lapangan banyak anak yang putus sekolah karena menunggak SPP, siswa SD yang nekat bunuh diri karena malu sering ditagih oleh pihak sekolah, anak di bawah umur bekerja keras dengan tujuan memberi sesuap nasi untuk keluarganya, dll.
Kemiskinan memang tidak pernah berhenti dan tidak bosan menghancurkan cita-cita masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda. Kemiskinan sudah banyak “membutakan” segala aspek seperti pendidikan. Sebagian dari penduduk Indonesia lantaran keterbatasan ekonomi yang tidak mendukung, oleh contoh kecil yang terjadi di lapangan banyak anak yang putus sekolah karena menunggak SPP, siswa SD yang nekat bunuh diri karena malu sering ditagih oleh pihak sekolah, anak di bawah umur bekerja keras dengan tujuan memberi sesuap nasi untuk keluarganya, dll.
Bagaimana Indonesia mau maju kalau
generasi muda yang seharusnya sekolah sekarang ikut merasakan korban faktor
kemiskinan. Sekarang kemiskinan juga sudah memberikan dampak mulai dari tindak
kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, dan masih banyak lagi. Kemiskinan
memang dapat menyebabkan beragam masalah tapi untuk sekarang masalah yang
paling penting adalah bagaimana caranya anak-anak kecil yang sama sekali tidak
mampu dapat bersekolah dengan baik seperti anak-anak lainnya. Pertama itulah
masalah yang harus dipecahkan oleh pemerintah karena jika masalah itu tidak
dapat dibereskan maka akan muncul masalah-masalah baru yang lebih banyak lagi.
Dan juga banyak orang-orang miskin terkena penyakit tapi mereka sulit untuk
berobat ke dokter karena mahal, walaupun pemerintah sudah memberikan kartu
kemiskinan tapi itu tidak menjamin di rumah sakit.
6/7.4 Pertumbuhan,
kesenjangan dan kemiskinan
Hubungan antara tingkat kesenjangan
pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet
Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari
tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada
tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan
rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun.
Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan
data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan
Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi
pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga
kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya
rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan
menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat
menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing
sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi dinamis dari Kuznet Hypothesis,
menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun
(dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat kesenjangan pendapatan dengan
memperhatikan initial level of income (Deininger & Squire, 1996). Periode
pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering berasosiasi dengan kenaikan
kesenjangan pendapatan yang menurun.
Kemiskinan adalah keadaan dimana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian
, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
6/7.5 Beberapa
indikator kesenjangan dan kemiskinan
Ada sejumlah cara mengukur tingkat
kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat dibagi kedalam dua kelompok
pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan
didalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat
ukur, yakni the generalized entropy (GE), ukuran Atkinson dan koefisien Gini.
Rumus dari GE dapat diuraikan sebagai berikut :
n
GE
(α) = (1 / ( α2 – α | (1 / n) ∑
(yi / Y^)α – 1 |
dimana
n adalah jumlah individu (orang) didalam sampel, yi adalah pendapatan dari
individu (i=1,2…..n), dan Y^ = (1/n) ∑yi adalah ukuran
rata-rata pendapatan nilai GE terletak antara 0 sampaiOO. Nilai GE nol
berarti distribusi pendaptan merata (pendapatan dari semua individu didalam
sample data), dan 4 berarti kesenjangan yang sangat besar. Parameter a mengukur
besarnya perbedaan-perbedaan antara pendapatan-pendapatan dari
kelompok-kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut, dan mempunyai nilai
riil.
n
A
= 1 - | (1/ n) ∑ (yi / Y^) 1-€ | 1/(1-€)
i = 1
dimana
€ adalah parameter ketimpangan , 0<€<1 : semakin tinggi nilai €, semakin
tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A mencakup dari 0 sampai 1, dengan
1, dengan 0 berarti tidak ada kepincangan dalam distribusi pendapatan.
Alat ukur ketiga dari pendekatan aksioma
ini yang selalu digunakan dalam setiap studi-studi empiris mengenai kesenjangan
dalam pembagian pendapatan adalah koefisien atau rasio Gini, yang formulanya
sebagai berikut :
n n
Gini
= (1 /2n2- Y^) ∑ ∑ | yi – yi |
i=1 j=1
Nilai koefisien gini berada pada selang
0 sampai 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama
dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan dalam pembagian pendapatan, artinya satu orang ( atau satu kelompok
pendapatan) disuatu Negara menikmati semua pendaptan Negara tersebut.
Ide dasar dari perhitungan koefisien
Gini berasal dari kurva Lorenz . Koefisien Gini adalah rasio: (a) daerah
didalam grafik tersebut yang terletak diantara kurva Lorenz dan garis
kemerataan sempurna (yang membentuk sudut 45 derajat dari titik 0 dari sumbu y
dan x) terhadap (b) daerah segi tiga antara garis kemerataan tersebut dan sumbu
y-x. semakin tinggi nilai rasio Gini, yakni mendekati 1 atau semakin menjauh
kurva Lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidak
merataan distribusi pendapatan.
6/7.6 Kemiskinan di
Indonesia
Permasalahan
yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah
kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto
(2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai
awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan
Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada
pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di
tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an
kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional
melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar
wilayah, berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada
tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah
penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan
mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum
mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu
juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin.
Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang
sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi
dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan
sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis,
sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain
persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya
tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik,
kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan
terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan
memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan
rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan
menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup,
kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri
diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan
tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan
memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak
sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang
hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah,
kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya
mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui
pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas,
kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka
kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa
saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet,
bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani
melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita
salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang
tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani
persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri
ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan
dan membebaskan negara
dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
6/7.7 Faktor-faktor
penyebab kemiskinan
1. Pengangguran
Semakin banyak pengangguran, semakin
banyak pula orang-orang miskin yang ada di sekitar. Karena pengangguran atau
orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Padahal kebutuhan setiap manusia itu semakin hari semakin
bertambah. Selain itu pengangguran juga menimbulkan dampak yang merugikan bagi
masyarakat, yaitu pengangguran dapat menjadikan orang biasa menjadi pencuri,
perampok, dan pengemis yang akan meresahkan masyarakat sekitar.
2. Tingkat
pendidikan yang rendah
Tidak adanya keterampilan, ilmu
pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat tidak akan mampu
memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan pendidikan masyarakat
bisa mengerti dan memahami bagaimana cara untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi kehidupan manusia.
Dengan
belajar, orang yang semula tidak bisa menjadi bisa, salah menjadi benar, dsb.
Maka dengan tingkat pendidikan yang rendah masyarakat akan dekat dengan
kemiskinan.
3. Bencana
Alam
Banjir, tanah longsor, gunung meletus,
dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para petani, sehingga tidak ada bahan
makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada penadah atau koperasi. Kesulitan
bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak dapat
terpenuhi.
6/7.8 Kebijakan anti
kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi
kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang
tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada
tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1. pertumuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintahan
yang baik (good governance)
3. Pembangunan
sosial
Untuk mendukung strategi tersebut
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau
tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a.
Intervensi jangka pendek, terutama
pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b. Intervensi
jangka menengah dan panjang
·
Pembangunan sektor swasta
·
Kerjasama regional
·
APBN dan administrasi
·
Desentralisasi
·
Pendidikan dan Kesehatan
·
Penyediaan air bersih dan Pembangunan
perkotaan
sumber:
Komentar
Posting Komentar