Materi 2/3 : Sejarah Ekonomi Indonesia
2/3.3 Sistem Tanam Paksa
Kebijakan ini diberlakukan mulai pada
tahun 1836 yang diinisiasi oleh Van Den Bosch. Sejak awal abad ke-19,
pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai
peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di
Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus
menanggung hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari
bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur
jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk
mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk
melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.
Oleh
karena itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk
melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia
secara paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) Van den Bosch menyusun program
sebagai berikut.
1)
Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak
dan pelaksanaannya sulit.
2)
Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman
yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3)
Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya
kepada pemerintah Belanda.
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak
menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi
agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menimbulkan
akibat sebagai berikut.
1.
Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)
a)
Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang
berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
b)
Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila
gagal panen.
c)
Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang
berkepanjangan.
d)
Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
e)
Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka
kematian meningkat drastis.
Bahaya
kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon
(1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah
penduduk menurun drastis. Di samping itu, juga terjadi penyakit busung lapar
(hongorudim) di mana-mana.
2.
Bagi Belanda
Apabila
sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia,
sebaliknya bagi bangsa Belanda ialah sebagai berikut:
a)
Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
b)
Hutang-hutang Belanda terlunasi.
c)
Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
d)
Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
e)
Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
f)
Perdagangan berkembang pesat.
Sistem tanam paksa yang mengakibatkan
kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khususnya Jawa, akhirnya menimbulkan reaksi
dari berbagai pihak, seperti berikut ini.
1.
Golongan Pengusaha
Golongan
ini menghendaki kebebasan berusaha. Mereka menganggap bahwa tanam paksa tidak
sesuai dengan ekonomi liberal.
2.
Baron Van Hoevel
Ia
adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam
perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia
akibat tanam paksa. Ia sering melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam
paksa. Setelah pulang ke Negeri Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen,
ia semakin gigih berjuang dan menuntut agar tanam paksa dihapuskan.
3.
Eduard Douwes Dekker
Ia
adalah seorang pejabat Belanda yang pernah menjadi Asisten Residen Lebak
(Banten). Ia cinta kepada penduduk pribumi, khususnya yang menderita akibat
tanam paksa. Dengan nama samaran Multatuli yang berarti "aku telah banyak
menderita", ditulisnya buku Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan
Dagang Belanda (1859) yang menggambarkan penderitaan rakyat akibat tanam paksa
dalam kisah Saijah dan Adinda.
Akibat adanya reaksi tersebut,
pemerintah Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa.
Nila, teh, kayu manis dihapuskan pada tahun 1865, tembakau tahun 1866, kemudian
menyusul tebu tahun 1884. Tanaman terakhir yang dihapus adalah kopi pada tahun
1917 karena paling banyak memberikan keuntungan.
Sistem tanam paksa bertujuan memproduksi
berbagai komoditi yang diminta dipasar dunia. Sistem ini sangat merugikan
bahkan menyiksa, tetapi bagi Belanda sangat menguntungkan. Kemudian diganti
dengan VOC (sistem tanam paksa) dahulu sIstem landrent , sistem ini juga ada
sisi positifnya, yaitu masyarakat pribumi mulai mengenal tata cara menanam
tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan
masuknya ekonomi uang dipedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup. Pada
jaman penjajahan Belanda, bangsa Indonesia ibarat hanya dapat menerima sisa
dari kekayaannya sendiri. Segala sumber daya dikeruk bagi keuntungan Belanda.
Sumber
:
http://putrihemasita.blogspot.com/2014/04/sejarah-perekonomian-indonesia.html
Komentar
Posting Komentar